PASUKAN PANJI HITAM THE BLACK BANNER

Thursday, November 5, 2015

Serial Pembahasan Khawarij Modern bag II: Munculnya Khawarij Modern dan Sifat-Sifat Mereka


KHAWARIJ MODERN Perkembangan, Ciri-ciri, Masalah-Masalah, Keadaan dan Akhir Nasib Mereka, Hukum Memerangi dan Menjaga Diri dari Kejahatan Mereka.
Ditulis oleh:
Abu Maryam al-Azdi
(Ahmad bin Abdullah bin Shalih az-Zahrani)
Bagian Ke II
Munculnya Khawarij Modern dan Sifat-Sifat Mereka.(1).
Khilafah Utsmaniyah runtuh pada tahun 1924 M secara resmi setelah sebelumnya mengalami era kelesuan yang menimpa kekhilafahan ini sejak awal abad 19, dan secara praktis mati total sejak awal abad 20 dan keadaan negara-negara salib telah memecah belah kekhilafahan ini menjadi negara-negara kecil yang dibagi-bagi dalam kekuasaan musuh-musuh Islam ketika keruntuhan kekhilafahan ini diumumkan.
Keadaan tersebut bukannya terjadi tanpa reaksi dari umat Islam. Justru sejak Khilafah Utsmaniyah ini mulai mengalami kelesuan, pada saat itulah awal mula kesadaran ber-Islam mulai lahir sejak pertengahan abad 18, Khilafah Turki Utsmani sebagai pemimpin umat Islam pada saat itu, telah berusaha membangun ulang daulah Utsmaniyah, memperbaikinya dan bekerjasama dengan para pembaharunya serta mengadopsi arahan-arahan yang memotivasi bagi sultan Abdul Hamid dalam melakukan pembaharuan.

Akan tetapi, aroma harum pembaruan ini tidak mampu memperbaiki kerusakan pada masa itu, maka runtuhlah Daulah Khilafah ini dan mulailah era penjajahan dan hilanglah arti kehilafahan pada waktu itu, artinya 72 tahun sebelumnya, maka terjadilah reaksi di dunia Islam atas kegoncangan ini, reaksi yang bergerak-gerak dalam perut umat ini untuk melahirkan Ash-Shahwah Al-Islamiyah (Gerakan Kebangkitan Islam) dengan berbagai macam kecenderungan dan tujuan, semuanya berusaha menuju pada tujuan akhirnya, yakni untuk mengembalikan kekhilafahan dan kembali menerapkan hukum Islam serta kebangkitan Islam.
Adapun hasil Gerakan Kebangkitan Islam ini terwujud dengan dimulainya benturan demi benturan yang dialami oleh berbagai macam madrasah Ash-Shahwah atau Gerakan Kebangkitan dalam melawan para Thaghut Arab maupun Ajam (non arab) dari para penguasa negeri-negeri mayoritas Muslim. Dari keadaan yang tragis seperti itu lahirlah kelompok menyimpang dan nyeleneh, yang dideskripsikan dan dikenal dengan sebutan kelompok takfiri, atau Jamaah Takfir wal Hijrah sebagaimana yang nama julukan aliran ini yang disematkan oleh media massa, awal mulanya aliran ini lahir dalam bentuk sebuah jamaah di Mesir, akan tetapi benih-benih aliran ini ternyata wujud di setiap tempat, seakan-akan seperti menunggu waktu untuk lahir di sana.
Mayoritas rezim pemerintah yang berkuasa di negeri-negeri mayoritas Muslim telah menampakkan berbagai kekafiran dan kemurtadan di dalam hukum dan membuat tata aturan selain apa yang diturunkan oleh Allah, hingga berwali kepada orang-orang kafir dan berbagai tindak kekafiran lainnya, sebagai akibat dari hal itu. Lalu para penguasa itu menggunakan polisi, tentara dan badan intelijen, badan keamanan dan orang-orang kejam, penguasa murtad tersebut juga membangun penjara-penjara dan ruang-ruang penyiksaan tanpa ada kritik dan pengawasan.
Pada saat yang sama setiap penguasa murtad tersebut memasang di sekelilingnya; orang-orang yang menjadi digunakan sebagai sandaran dan kedok bagi mereka, dari kalangan para dukun dan tukang sihir yang mengakui adanya tingkatan-tingkatan Islam, Iman dan Ihsan tapi pada saat yang sama menganggap bahwa kekuasaan rezim thaghut ini adalah kekuasaan yang sah secara syar’i.
Kedok mereka pun semakin disempurnakan lagi dengan menjadi pengurus perkara yang berkaitan dengan hak-hak syariat, yang menyebabkan banyak sekali tokoh-tokoh kebangkitan baik yang berpolitik maupun tidak untuk melakukan mudahanah (menjilat) dan menjadi bimbang dan berat untuk berkata yang benar, bahkan berani untuk masuk ke dalam lingkar kekuasaan dan pelengkap-pelengkapnya. Demikianlah kebangkitan dicirikan menjadi lemah dalam menghadapi kenyataan itu dan di waktu yang sama kebanyakan suku bangsa dari kalangan umat ini menceburkan diri dalam kehidupan yang menghancurkan, bersenang-senang dan sia-sia.
Dan sudah menjadi tabiat kondisi ini, bahwa di antara para pemuda kebangkitan itu ada orang-orang yang menikmati rasa semangat yang membara dan ghirah yang kuat untuk memperjuangkan agama Allah sesuai dengan tingkat kapasitas pemahamannya akan ilmu-ilmu agama, kaedah dan ketentuannya, seperti itu karena kurangnya pengalaman dalam memahami realita dan pendukung-pendukungnya, maka salah seorang mereka melihat kenyataan bahwa para penguasa negeri mereka adalah penguasa kafir, dan di antara para pemuda yang tertangkap di dalam penjara itu melihat para sipir yang melecehkan kehormatan, menumpahkan darah dan mencela Allah, Rasul-Nya serta agama-Nya tanpa rasa malu dan takut, maka pemuda yang terkena siksaan di dalam penjara itu berpendapat bahwa tidak diragukan lagi bahwa orang-orang itu kafir, dan ia tidak ragu bahwa itu adalah penilaian yang benar.
Pada saat yang sama, para pemuda tersebut melihat kondisi para ulama su’ yang telah menjadi golongan munafikin. Para “ulama” itu mengetahui semua kenyataan yang dihadapi para pemuda ini tetapi mereka justru memberikan kesaksian akan keabsahan status rezim-rezim yang berkuasa itu secara syariat dan mengizinkan mereka menumpahkan darah kaum Muslimin. Maka kemudian, para pemuda itu mencapai titik kesimpulan akan kekafiran orang-orang itu yang telah menyembunyikan apa yang Allah turunkan dan menjualnya dengan harga yang sedikit.
Lalu mereka melihat kepada para pemimpin Gerakan Kebangkitan Islam yang lemah, bermudahanah dan mencari dunia, maka para pemuda tersebut mendatangi mereka dan bertanya kepada mereka tentang fenomena kekafiran dalam diri penguasa dan para ulama munafikin ini dan hukumnya, maka para dai dan pimpinan kebangkitan memberikan kesaksian atas kesesatan para penguasa dan ulama munafikin itu dengan kefasikan dan kezhaliman akan tetapi mereka belum berani atau belum sampai pada taraf menghukuminya dengan kekafiran (memurtadkan penguasa tersebut), maka mereka menghukumi para penguasa dan segala perangkatnya dengan Islam (masih Muslim) dan hanya berbuat zhalim dan fasik saja.
Jawaban seperti ini menyebabkan terjadinya benturan pemikiran di kepala sebagian pemuda kebangkitan Islam ini, lalu mereka menerapkan kaedah “Barangsiapa yang tidak mengkafirkan seorang yang kafir maka dia kafir di semua tingkatan.” Mereka tidak tahu bahwa kaedah ini adalah dalam masalah kekafiran yang sudah disepakati akan kekafirannya tanpa ta’wil atau hasil pemikiran. Sebagaimana status kafirnya orang Yahudi, Nasrani dan Majusi. Namun mereka menjatuhkan vonis kafir kepada orang yang tidak mengkafirkan para penguasa dan berturut-turutlah mata rantai nasib buruk menimpa umat ini.(2).
Dengan pemikiran rusak yang lahir dari kekecewaan terhadap realita ini, maka setiap orang yang tidak mengkafirkan orang yang telah mereka kafirkan, akhirnya harus mendapatkan vonis kafir. Semua ini terjadi karena sedikitnya ilmu yang tidak bisa mengimbangi besarnya semangat, ditambah lagi penderitaan yang mereka alami dari dalam penjara, maka lahirlah aliran pemikiran takfir.
Kemudian, disebabkan karena kebodohan dan berbagai sebab yang sama dengan fenomena di atas, maka mereka antara satu dengan yang lain pun akhirnya berbeda pendapat dalam batasan-batasan takfir, sehingga sebagian mereka mengkafirkan sebagian lainnya. Dari sini, muncul lah aliran-aliran dan jama’ah-jama’ah yang berbeda-beda dalam dasar pentakfiran dan perluasan di dalam penjatuhan vonis kafir.

Ketika para penganut pemikiran takfiri yang menyimpang ini mengarahkan pandangannya untuk melihat kondisi masyarakat Muslim pada hari ini, maka mereka menganggap bahwa manusia telah bergumul dengan kehinaan dan kerusakan. Maka lahirlah anggapan bahwa masyarakat ini adalah masyarakat jahiliyah, kemudian sebagian mereka mengkafirkan seluruh masyarakat di sekitarnya karena berkomplot dengan penguasanya atau mengkafirkan masyarakat karena dianggap tidak mau belajar akan agama mereka, mengkafirkan mereka karena terjerumus pada kebodohan dan tidak mau berusaha untuk memahami agama mereka tentang hal-hal yang menghilangkan iman, dari pemikiran semacam ini, muncul pemikiran untuk menjauhi masyarakat agar dapat hidup dengan mengasingkan diri dari masyarakat, di sebuah tempat di mana dia dan teman-temannya dapat menjalankan pendidikan diri dan anak-anak mereka dalam ilmu agama dan keutamaan, maka lahirlah pemikiran “Hijrah”, dalam banyak keadaan hasilnya dari campuran antara pengasingan (uzlah), kebodohan dan penderitaan akibat kezhaliman yang ditimpakan kepada mereka oleh penguasa dan para ulama su’ pelindung penguasa, kemudian juga dari kekecewaan yang mereka rasakan terhadap kelompok shohwah (Gerakan Kebangkitan) dan para pimpinannya, kemudian juga dari manusia dan masyarakatnya, maka semakin besarlah fenomena-fenomena ini, dan semakin beraneka ragam penyimpangan di dalamnya, dan sebagian jama’ah-jama’ah takfiri ini menganggap diri mereka sebagai jama’atul muslimin (Kekhalifahan) dan mengkafirkan selain mereka.
Dalam perkembangannya, sebagian dari aliran-aliran takfiri ini menjadi bimbang terhadap pemikiran mereka setelah melihat akibat ekstrim dari sebagian ilmu yang mereka miliki, atau sebagian takut menyebutkan hukum takfir sebagai bentuk sikap hati-hati. Maka mulailah mereka membahas tentang udzur kebodohan untuk meringankan hukum-hukum ini dari sebagian lainnya, lalu terjadi perbedaan pendapat dalam menafsirkan nash-nash para ulama’ pada masa awal-awal Islam tentang udzur dengan kebodohan, batasan-batasan dan syarat-syaratnya, lalu kadang menetapkan hukum-hukumnya, dan terkadang tawaquf (tidak bersikap) untuk tabayyun (meneliti dan memastikan), maka lahirlah kelompok-kelompok (Tawaquf dan Tabayyun), dan aku menyaksikan pada tahun-tahun 70 dan 80 an terpenuhilah sebab-sebab berkembangnya kelompok-kelompok nyeleneh ini yang telah menyakiti Islam dan kaum Muslimin serta menyakiti gerakan-gerakan kebangkitan Islam sekaligus juga menyakiti diri mereka sendiri.
Akhirnya, tersedialah kesempatan emas bagi musuh untuk menjaring dan membongkar cabang-cabang seluruh kelompok jihad dan gerakan kebangkitan Islam, dengannya pemerintah akan menyematkan kepada setiap orang yang ingin menghancurkan rezim dengan tuduhan telah bergabung kepada kelompok-kelompok takfiri ini, yang terlanjur dibenci dan diasingkan oleh masyarakat awam dari kaum muslimin baik yang shaleh maupun yang rusak.
Demikianlah uraian ringkas lahirnya kelompok takfiri di tengah-tengah Gerakan Kebangkitan Islam, mungkin kita akan dengan mudah memahami gambaran kelahiran kelompok takfiri ini dengan rumusan sebagai berikut:
(Penguasa kafir dzolim + Orang kejam, penumpah darah dan penjahat + Alim munafik kepada penguasa + Kelompok shohwah (kebangkitan) yang lemah + Masyarakat umum yang mayoritasnya rusak + Pemuda yang semangat, bodoh dan terdzolimi = Kelahiran kelompok takfiri).(3).

Seperti kebiasaan setan yang selalu melekat padanya, sebagian kubu kelompok ini mulai mencari-cari dalil dan kembali menelaah kitab-kitab para ulama’ terdahulu, tentang hal-hal yang mendukung dasar-dasar dan pemikiran mereka. Kondisi tersebut justru semakin memperparah kesesatan mereka, sehingga kelompok ini baik pimpinan dan para ahli fiqihnya menjadi kelompok yang menyimpang lagi menjadi faktor penyebaran ajaran sesat, dan kebanyakan pengikutnya keras dalam segala keadaan. Rezim penguasa thaghut, melihat mereka sebagai potensi yang ditunggu untuk digalang, lalu sedikit demi sedikit para petugas intelijen penguasa thaghut mulai masuk ke dalam barisan mereka, maka mulailah mereka menumpahkan darah orang-orang tak berdosa, kemudian darah sebagian mereka dan juga darah orang-orang yang ingin ditumpahkan oleh pihak intelejen dalam rangka menghancurkan aliran ini sekaligus menghancurkan jihad dan gerakan kebangkitan Islam serta masa depan Islam seperti yang dikehendaki oleh para penguasa murtad.
Dan ringkasan dari apa yang dihasilkan setelah adanya fenomena ini sejak lahirnya pada awal-awal 70 an hingga hari ini adalah, bahwa pemikiran dan aliran ini bersifat terbatas dan terasing, tidak ada cabangnya dan tidak ada penyebarannya, tidak di tengah-tengah kelompok Gerakan Kebangkitan Islam dan juga tidak di tengah-tengah awam kaum muslimin. Pada saat itu, kelompok ini tidak memiliki sikap hubungan dan keterkaitan di antara berbagai anggota dan kelompok-kelompok Ash Shahwah Al Islamiyah (Gerakan Kebangkitan Islam) di tiga bidang; politik, selain politik dan jihad meskipun berbeda-beda dan adanya perselisihan. Namun ada sikap hubungan secara pemikiran dan hubungan secara pribadi bahkan adanya kerjasama di berbagai level yang telah disepakati, tetapi kelompok-kelompok kebangkitan Islam seluruhnya sepakat untuk mengesampingkan fenomena takfiri dan pemikiran orang-orangnya. Mereka meremehkannya, padahal sikap ini justru dapat membantu mereka bergeraka secara tersembunyi dan menyebarkannya dengan cepat.
Dan sudah menjadi tabi’at sangat buruknya aliran pemikiran dan tingkah laku anggota aliran pemikiran takfiri ini, berupa kebodohan, kaku dan keras serta tidak masuk akal, ditambah lagi adanya penyimpangan dari prinsip syariat, akibatnya kelompok (takfiri) ini tidak mampu mendapatkan sebuah tempat di dalam kelompok kebangkitan maupun di luarnya, kecuali dengan bentuk kantong-kantong penyebaran yang terasing di sana-sini yang dengan kedengkian dan kebodohannya berusaha menarik massa dan secara berkelanjutan sebagiannya memusnahkan sebagian lainnya.”
Inilah kisahnya secara ringkas, dan seperti inilah permulaan, sebab-sebab dan hasil-hasilnya.
Adapun hari ini perkaranya sudah berkembang dan kondisinya sudah berubah, sampai batasan yang sangat susah untuk mengawasi dan membatasinya.(4)

Sekarang bukan perhatian kita untuk mengetahui sebab-sebab dan faktor-faktor pendorongnya, akan tetapi yang menjadi perhatian dan kewajiban kita – pada tingkatan yang sebenarnya ini dan perkaranya sudah semakin gawat dan besar – adalah mengetahui sifat-sifat para anggota kelompok ini “Yang Telah Berganti Wujud Lebih Baru dan Berkembang.” dan mengetahui (masalah-masalah, keadaan, tempat kembali atau tujuan akhir mereka, melindungi diri dari kita mereka dan memerangi mereka), maka mari kepada penjelasan maksudnya dan Allah yang tahu batasan maksudnya:
Sifat-Sifat Khawarij Modern.(5).
Khowarij zaman sekarang diketahui dengan sifat-sifat:
1. Mereka mengkafirkan dengan cara yang salah, dengan persangkaan dan syubhat dan perkara-perkara yang tidak sampai pada derajat yakin bahkan dengan perkara yang tidak ada wujudnya di dunia nyata (lapangan).
Cukuplah salah seorang mereka mengeluarkan hukum takfir pada si fulan dengan mengatakan kepadanya: jika dia begini maka berarti dia begini!

2. Mereka tidak mengetahui prinsip dan hukum terhadap perkataan yang tergelincir dan tidak juga mempertimbangkan kebaikan yang ada pada diri orang yang mereka vonis, juga tidak tahu prinsip mempertimbangkan maksud dan tujuan ketika muncul hal-hal mutasyabihat, dan juga tidak tahu prinsip larangan mencela para imam yang menjadi petunjuk sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam!
3. Mereka tidak mengudzur perilaku kekafiran karena kebodohan, juga tidak mengudzur perilaku kekafiran karena salah ta’wil, dan juga perilaku kekafiran karena faktor kelemahan yang tidak mungkin mampu mencegahnya!
4. Kurangnya sifat adil dan pertengahan, mereka berani mengkafirkan seseorang hanya karena hal yang paling sepele dan menganggapnya sebagai penjahat dan kekal di dalam api Neraka.
5. Bodoh terhadap agama, ayat-ayat yang seharusnya ditujukan kepada pemimpin-pemimpin kekafiran dan dosa justru mereka arahkan kepada kaum Mukminin Muwahidin! Salah satu bentuk kebodohan mereka akan hal ini juga adalah bahwa mereka melihat kepada ahlil ilmu lalu mereka banyak menukil pendapat-pendapat ahli ilmu, lalu mereka letakkan pendapat-pendapat tersebut bukan pada tempat yang dimaksud, kemudian para pemuda yang tertipu lagi sesat itu mengira bahwa mereka adalah para ulama’ karena mereka merasa telah menyandarkan ilmu mereka kepada perkataan para ulama’ dalam pembicaran mereka dan hukum-hukum mereka yang zhalim kepada orang lain.
Jika kita perhatikan, dengan sedikit mengikuti, membaca, memperhatikan dan mendalami nash-nash yang digunakan oleh kelompok Khawarij Modern ini sebagai dalil yang katanya mereka ambil dari perkataan ahlul ilmi, maka kita akan mengetahui bahwa sebenarnya dalil-dalil yang mereka gunakan itu berlaku atau ditujukan pada diri mereka sendiri, bukan menjadi hujjah pembela bagi mereka, atau minimal menunjukkan bahwa sebenarnya apa yang mereka pahami dan anut itu tidak memiliki landasan dalil sedikitpun.
6. Kedengkian mereka sangat besar terhadap kaum Muslimin Muwahidin, dengan berkedok menghidupkan akidah Al Wala’ wal Baro’ sebagaimana yang mereka klaim.
Jika dikatakan tentang mereka: Bahwa mereka tidak menghidupkan akidah wala dan baro’, tetapi mereka hanya mencari pembenaran atas kebencian mereka dan sifat mereka yang tertutup, maka sungguh ungkapan mereka itu lebih benar dan lebih bermakna!

7. Mereka membantah sekaligus membela diri ketika mereka dituduh bahwa mereka telah mengkafirkan pelaku dosa besar, agar diri mereka bersih dari yang namanya ghuluw (ekstrim) atau terhindar dari sebutah Khawarij. Padahal mereka—pada hakekatnya jauh lebih parah dari itu—yaitu mengkafirkan tanpa adanya dosa.(6). Sebagaimana disebutkan sebelumnya, sehingga dengan hal itu mereka mengalahkan Khowarij, dan mereka sudah jauh lebih parah dari Khawarij terdahulu!
8. Mereka dikenal dengan sifat yang penuh kesombongan dan merasa tinggi di atas hamba lainnya, tidak ada pada mereka orang besar yang dihormati atau menjadi rujukan, orang tua maupun muda menurut mereka sama!
Mereka itu adalah Khawarij zaman ini, maka waspadailah mereka dan ingatkan manusia dari mereka, dan hati-hatilah jangan menjadi salah satu dari mereka sedangkan engkau tidak sadar dan tidak tahu!

Dan akan pentingnya hal ini maka lihatlah karya syaikh Abu Muhammad al Maqdisi—semoga Allah menyelamatkannya–(Risalah Tsalatsiniyyah Al Ghuluw fit Takfiir) dan di dalamnya ada pembahasan (Waqafaat Ma’a Shifatil Khawarij), dan beliau menyebutkan kebanyakan sifat yang juga disebutkan oleh syaikh Abu Bashir ath Thurthusi dan beliau menambahkan faedah-faedah dan ketentuan-ketentuan yang penting.(Bersambung)
Catatan kaki:
1. Abu Mush’ab as Suuri, Dakwah Muqawamah (Jilid I, pasal ke V, ringkasan jalannya kebangkitan) dengan ringkas dan revisi.
2. Syaikh al Maqdisi berkata dalam (ats Tsalatsiniyah): “Buruknya penggunaan kaedah ini menjadikan bencana ini menyebar dan membinasakan banyak pemuda, hingga oleh sebagian ekstrimis ahli takfir menjadikannya sebagai pokok agama dan syarat sahnya islam, bagi mereka ada dan tidak adanya islam berputar pada kaedah itu, dan mereka mengikat wala dan baro dengannya, maka barangsiapa yang menganut dan mengamalkannya dia seorang muslim muwahhid yang akan mereka berikan loyalitas dan barangsiapa yang menyelisihi sebagiannya maka mereka akan memusuhinya, berlepas diri darinya dan mengkafirkannya, hingga perkaranya sampai sebagian mengkafirkana sebagian lainnya, karena mereka tidak terlepas dari perbedaan sebagian mereka dalam mengkafirkan sebagian manusia, sehingga sebagian mereka mengkafirkan sebagian lainnya disebabkan adanya perbedaan itu.”
3. Ustadz berkata (Dakwah Muqawamah, pasal kelima, kebangkitan yang nyeleneh dan kelompok takfiri): “Ketika badan intelejen mempelajari fenomena takfiri ini maka terbukalah wacana yang telah aku singgung tentang kelahiran kelompok takfir, yang biasanya akan lahir dalam kondisi yang telah aku singgung, maka mereka secara sengaja melahirkan kelompok takfiri dengan membuat prototipe di timur tengah yang mana jihad akan terjadi di sana melihat tabiat keadaan yang dihasilkan hadirnya penjajahan atau adanya penguasa thoghut.” Ia berkata: “Ini adalah pengamatan dari kewajiban yang paling penting adalah mengingatkan adanya saling intervensi antara takfiri dan intelejen.”
4. Diantara perkembangan yang paling nampak dan berbahaya, meluasnya peta geografis, perpindahan dari regional menjadi internasional, terpenuhinya dana dan senjata, masuknya “orang asing” yang menguasai minbar, dan pembasmian para “senior” dari (para ulama dan pimpinan dengan penjara atau pembunuhan).
5. Syaikh Abu Bashir at Thurthusi, Shoidul Qalam, lihat juga al Fatawa, soal no 602, 855 dan 856.
6. Terkadang malah karena ketaatan, dan itu benar-benar terjadi! Lihatlah dengan segera dalam kitab ats Tsalatsiniyah, al Maqdisi (Pasal kesalahan dalam Takfir), itu sudah mencukupi, mengobati dan memberi petunjuk.

No comments:

Post a Comment

Popular Posts