PASUKAN PANJI HITAM THE BLACK BANNER

Tuesday, November 8, 2011

JANGAN MASUK JARINGAN TERORIS, SEBAB INI FAKTA SKENARIO TERORISME


TERORISME ADALAH MASALAH SENSITIF, TAPI HARUS DIKUAK SKENARIO SEBUAH KONSPIRASI
SETELAH KOMUNIS/BLOK TIMUR DIRUNTUHKAN, ISLAM SAAT INI YANG DIJADIKAN TARGET
DICIPTAKANLAH IMAGE ISLAM AGAMA TERROISME, AGAR SELURUH DUNIA MEMBENCI

Atas nama Yahudi-Kristen, Amerika berupaya menghancurkan Islam secara politis

Amerika Serikat merasa takut atas perkembangan Islam dunia, dibentuklah partai yang Neo-concervatif, dg segala cara fitnah, dana, persekutuan antar negara untuk menghancurkan dunia Islam, namun sayang upaya ini gagal, partai oposisi, umat kristen menyadari atas nama agama secara politis hanya untuk kemenangan partainya. Mereka banyak yang menyadari dan masuk ke Islam….
Robert Moorey dalam bukunya “Islamic Invasion” yang secara global berisi kebohongan-kebohongan dan secara nyata menunjukkan Islamophobia menyatakan bahwa:
“Islam is the world’s second largest and fastest growing religion. Across America, mosques are shooting up in record numbers. To reach Muslims with the gospel, you must first shake their faith in their religion, Islam”
Moorey secara sadar Islam menilai, sebagai agama yang Rahmatan lil Alamin dan satu-satunya yang diridhai Allah seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an, adalah agama yang paling cepat berkembang semenjak keruntuhan Ottoman ditahun 1924.
Neo-concervatif (neo Con) adalah sebutan bagi jelmaan partai konservatif gaya baru yang didirikan oleh George H. Bush. di dalam mewujudkan agenda politik dan tendensi zionisme di Amerika Serikat. Semenjak didirikannya partai ini, ideologi neo-con ini menyebar ke penjuru Eropa dan menjadi suatu ideologi tersendiri yang membawa misi sikap skeptis terhadap Islam dan memusuhi Islam. Agenda memerangi Islam telah mulai dicanangkan dengan berbagai bentuk propaganda, diantaranya adalah jargon “War against terrorism” dan melabelkan Islam sebagai teroris.
Mantan kepala biro “Jerussalem Post” dan asisten ilmuwan di “Cato Institute”, Leon T. Hadar, telah mendokumentasikan indikasi kebijakan luar negeri AS yang dikuasai Neo Con dalam bukunya yang ditulis awal 90-an tentang kebijakan pemerintah AS sebagai berikut:
“Now that the Cold War is becoming a memory, America’s foreign policy establishment has begun searching for new enemies. Possible new villains include ‘instabilty’ in Europe – ranging from German resurgence to new Russian imperialism – the ‘vanishing’ ozone layer, nuclear proliferation and narcoterrorism. Toping the list of potential new global bogeymen, however are the Yellow Perril, the alleged threat to America economic security emanating from East Asia, and the so-called Green Peril (green is the color of Islam). The peril is symbolized by the Middle Eastern Moslem fundamentalist”
[Leon T. Hadar, The ‘Green Peril” : Creating the Islamic Fundamentalist Threat, Policy Analysis, Cato Institute, no. 177, 27 Agustus 1992)
Untuk memenuhi ambisi dan agenda politik neo-con, upaya pembentukan opini dan pemburukan citra Islam dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan bombardir opini publik via media-media baik cetak maupun elektronik. Artikel dan esai yang tersebar di majalah, surat kabar maupun jurnal ramai memperbincangkan tentang isu Islam dan terorisme.
SKENARIO PELEDAKANPUN DILAKUKAN

Teroris teriak teroris, menguak fakta skenario teroris 11 September

Dokumen Penting AS Pasca 11 September
*
17 September 2002, setahun pasca peristiwa 11 September 2001, Gedung Putih mengeluarkan dokumen penting setebal 31 halaman, The National Security Strategy of the United States of America (sumber: Foreign Affairs, September-Oktober 2002).
*
Isinya AS ingin menjadi polisi dunia dan akan bertindak unilateral dalam menghadapi ancaman teroris serta senjata pemusnah massal, bila negara- negara lain tidak bersedia diajak serta. AS juga akan menggunakan kekuatan militernya untuk mengatur tatanan global.
*
Grand strategy baru AS yang dicanangkan sejak berakhirnya Perang Dingin ini memiliki tujuh elemen. Lima dari tujuh elemen itu adalah:
- Pertama, mempertahankan dunia unipolar, dan harus mencegah munculnya kompetitor baru di Eropa dan Asia.
- Kedua, terorisme merupakan ancaman baru.
- Ketiga, mengganti konsep pencegahan (deterrence) Perang Dingin. Saat ini, pencegahan, kedaulatan, dan perimbangan kekuatan harus berjalan bersama. Karena ancaman saat ini bukan negara adikuasa, tapi jaringan teroris transnasional.
- Keempat, memaknai ulang arti kedaulatan. Karena kelompok-kelompok teroris tidak dapat ditangkal. AS harus disiapkan untuk melakukan intervensi di mana-mana, kapan saja bertindak lebih dahulu menghancurkan ancaman.
- Kelima, AS perlu memainkan peran langsung dan leluasa untuk memusnahkan ancaman.
*
George W Bush sendiri sudah menyatakan, serangan 11 September 2001 telah memaksa AS mengeluarkan konsep keamanan nasional baru, yang dikenal dengan preemptive strike.
*
Jadi, Peristiwa 11 September sengaja direka untuk menjadi justifikasi lahirnya politik luar negeri baru AS; Doktrin Preemptive Strike.

Sumber:
PERANG TERORISME : ANTARA FAKTA DAN PROPAGANDA
Oleh : Farid Wadjdi
DPP Hizbut Tahrir Indonesia...

DUNIAPUN MENGUAK SANG TERORISME SEJATI

Membongkar penciptaan label teroris terhadap Islam, oleh teroris sesungguhnya. Fakta obyektif pemboman WTC 9/11

Jurnalis Prancis mencoba melihat peristiwa itu secara objektif. ”Saya akan menjungkirbalikkan seluruh versi resmi serangan 11 September 2001,” . Hasil investigative reporting -nya itu kemudian ia tuangkan ke dalam sebuah buku berjudul 9/11 The Big Lie America, inilah fakta dibalik meruntuhkan Islam dengan memberi label teroris, oleh sang teroris sesungguhnya...
Setiap 11 September, rakyat Amerika mengenang tragedi runtuhnya menara kembar World Trade Centre (WTC) di New York, AS, yang memakan banyak korban. Gedung kembar itu hancur luluh bagaikan gedung tua yang diledakkan oleh bahan peledak dari dalam setelah ditabrak dua pesawat terbang komersial. Hari itu, jaringan televisi AS meliput secara live dari lokasi peristiwa. Tayangan itu terbidik dari beberapa sudut dan terlihat langsung oleh jutaan pemirsa televisi. Pers AS lalu seperti menyanyikan lagu koor, mengutip keterangan resmi: ‘Menara itu runtuh diserang oleh teroris Muslim yang digerakkan oleh Usamah Bin Laden dari Afghanistan’. Tapi, tak semua pers mengikuti koor itu.
Theiry Meyssan, seorang jurnalis asal Prancis mencoba melihat peristiwa itu secara objektif. ”Saya akan menjungkirbalikkan seluruh versi resmi serangan 11 September 2001,” katanya. Hasil investigative reporting -nya itu kemudian ia tuangkan ke dalam sebuah buku berjudul 9/11 The Big Lie America , diterjemahkan penerbit Jalan Lurus dengan judul, Bohong Besar Amerika , Bandung, 2003.
Inilah cerita versi Thierry Meyssan: Kedua pesawat itu diidentifikasikan oleh FBI sebagai Boeing 767. Pesawat itu menghantam tepat pada sasarannya. Peristiwa ini sangat musykil. Dipandang dari ketinggian yang jauh, sebuah kota akan tampak seperti selembar peta dan semua acuan visual yang lazim menjadi hilang. Untuk menabrak menara, pesawat perlu dipraposisikan pada ketinggian sangat rendah. ‘Karya’ itu merupakan prestasi luar biasa bahkan pilot yang sangat berpengalaman pun sulit melakukannya. Konon yang melakukannya adalah pilot yang baru lulus latihan.
Namun, ada satu cara lain untuk mendapat hasil demikian, yakni…..
memakai rambu tuntun dari radio. Suatu sinyal yang dipancarkan dari sasaran, menuntun pesawat itu. Tak perlu banyak orang di pesawat dalam kendali pilot otomatis. Bahkan, pembajak sama sekali tidak dibutuhkan. Pesawat itu berada di bawah kendali remote control , mengendalikan pesawat tanpa pilot.
Setelah ditabrak, Menara Kembar runtuh sendiri. Sebuah komisi penyidik menyimpulkan bahwa terbakarnya bahan bakar pesawat menimbulkan panas yang melelehkan struktur logam utama kedua bangunan. Teori ini disangkal keras oleh Assosiasi Pemadam Kebakaran New York dan Journal Profesional, Fire Engineering bahwa struktur bangunan tersebut tahan api. Para petugas pemadam kebakaran malah mendengar ledakan di lantai dasar bangunan. Pakar terkenal dari Institut Pertambangan dan teknologi, Van Romero pun mengamininya. ”Keruntuhan itu diakibatkan oleh bahan peledak,” katanya.
Pada hari yang sama, Departemen Pertahanan mengeluarkan pengumuman singkat ”Pentagon diserang teroris pada pukul 09.38,” kata Menteri Pertahanan Donald H. Rumsfeld. Pers AS pun heboh. Namun, ketika mau meliput peristiwa itu, para wartawan diusir dari tempat kejadian dengan alasan agar tidak menghalangi operasi penyelamatan. Toh, wartawan AP, Tom Horan, berhasil mendapatkan foto-foto ekslusive dari sebuah gedung dekat lokasi kejadian.
Kepala Staf Gabungan, Jenderal Richard Myers, mengindikasikan bahwa pesawat terbang bunuh diri itu adalah Boeing 757-200. Pukul 08.55 waktu setempat, Boeing itu turun ke ketinggian 29.000 kaki. Dua pesawat tempur F-16 segera melesat untuk mencegat Boeing itu, tapi katanya kehilangan jejak.
Menurut Meyssan ini tak masuk akal. ”Bagaimana percaya sebuah pesawat jet berbadan tambun bisa mengecoh dua pesawat tempur yang memburunya?” Seandainya si Boeing berhasil mengatasi rintangan pertama pun, dengan mudah akan ditembak jatuh saat mendekati Pentagon. Pasalnya, di pangkalan udara Saint Andrew di sekitar Pentagon, berpangkalan Wing Tempur 113 Angkatan Udara dan Wing Tempur serang 321 Angkatan Laut. Masing-masing dilengkapi pesawat tempur F-16 dan F/A-18. Di atap gedung itu pun dipasang penangkis serangan udara dan rudal-rudal supercanggih. Mereka tentu tak akan pernah membiarkan sang Boeing menghampiri Pentagon.
Pesawat raksasa itu tiba-tiba mendekati tanah, seperti akan mendarat, langsung menabrak Gedung Pentagon. Anehnya tanpa merusak tiang lampu dan bangunan-bangunan di sekitarnya. Moncong pesawat masuk ke pintu gerbang yang tengah direnovasi. Keterangan resmi ini, menurut Meyssan, meragukan. Tabrakan keras itu pastilah menimbulkan kebakaran besar, lalu pesawat menjadi onggokan gosong.
”Jika merujuk pada foto dari AP, Anda akan melihat tidak dijumpai bangkai pesawat di sana. Bahkan, sebuah gir roda pesawat pun tak tampak. Padahal pemotretan itu dilakukan di menit-menit pertama ketika mobil pemadam kebakaran tiba dan petugas belum menyebar,” tulis Meyssan dalam bukunya itu. Diduga suara berdesing dan runtuhnya atap salah satu pintu gerbang Pentagon itu disebabkan oleh rudal tipe AGM. Jenis rudal ini menyerupai sebuah pesawat terbang sipil kecil, memang. Tapi, bukan pesawat terbang. Demikian Meyssan.
Lepas dari kontroversi itu, Presiden AS, George W Bush, segera mengumumkan bahwa serangan itu dilakukan oleh teroris Muslim, pimpinan Usamah bin Ladin. Maka, tanpa memerlukan penyelidikan seksama, dengan alasan memburu pimpinan Alqaidah itu, Bush memerintahkan penyerbuan ke negara Muslim Afghanistan. Gilirannya, Irak diduduki dengan alasan memiliki senjata pemusnah massal (yang kemudian ternyata tidak terbukti).
Kenapa Bush menuding Muslim? Rupanya Bush mendapat bisikan dari Samuel Philip Huntington. Pandangan negatif penasihat gedung putih terhadap Islam ini tertuang dalam sebuah artikel yang dimuat di media Foreign Affairs yang terbit pada musim panas 1993 dengan judul ”The clash of Civilization”. Artikel yang memancing polemik ini kemudian diterbitkan dalam bentuk sebuah buku pada 1996. Menurut Huntington, setelah Uni Sovyet (ideologi komunis) runtuh, musuh berikutnya adalah Islam. Sudut pandang negatif terhadap Islam inilah yang rupanya diyakini Presiden Bush. Bush lalu mendeklarasikan perang atas nama membasmi teror.
Sejak dulu Indonesia negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini adalah negeri yang aman. Bangsa yang yakin bahwa agama adalah rahmat bagi sekalian alam. Tapi, sejak deklarasi Bush itu, tiba-tiba bom-bom canggih berledakan merobek ketenangan negeri ‘jamrud Khatulistiwa’ itu dan memakan banyak korban orang tak berdosa. Lalu pesantren dituding biang teror. Orang-orang berjenggot, berpakaian gamis dengan celana menggantung dicurigai. Ujung-ujungnya, kegiatan dakwah harus diawasi. Mungkinkah malapetaka ini bagian dari skenario global untuk menyudutkan Islam?

No comments:

Post a Comment

Popular Posts