Mitologi Minangkabau
Orang Minangkabau mengakui bahwa mereka merupakan keturunan Raja Iskandar Zulqarnaen (Alexandre the Great) Raja Macedonia yang hidup 354-323 SM. Dia seorang raja yang sangat besar dalam sejarah dunia. Sejarahnya merupakan sejarah yang penuh dengan penaklukan daerah timur dan barat yang tiada taranya. Dia berkeinginan untuk menggabungkan kebudayaan barat dengan kebudayaan timur.
Dalam Tambo disebutkan bahwa Iskandar Zulkarnain mempunyai tiga anak, yaitu Maharajo Alif, Maharajo Dipang, dan Maharajo Dirajo. Maharajo Alif menjadi raja di Benua Ruhun (Romawi), Maharajo Dipang menjadi raja di negeri Cina, sedangkan Maharajo Dirajo menjadi raja di Pulau Emas (Sumatera).
Kalau kita melihat kalimat-kalimat tambo sendiri, maka dikatakan sebagai berikut: “…Tatkala maso dahulu, batigo rajo naiek nobat, nan surang Maharajo Alif, nan pai ka banda Ruhum, nan surang Maharajo Dipang nan pai ka Nagari Cino, nan surang Maharajo Dirajo manapek ka pulau ameh nan ko…” (pada masa dahulu kala, ada tiga orang yang naik tahta kerajaan, seorang bernama Maharaja Alif yang pergi ke negeri Ruhum (Eropa), yang seorang Maharajo Dipang yang pergi ke negeri Cina, dan seorang lagi bernama Maharajo Dirajo yang menepat ke pulau Sumatera).
Dalam versi lain diceritakan, seorang penguasa di negeri Ruhum (Rum) mempunyai seorang putri yang sangat cantik. Iskandar Zulkarnain menikah dengan putri tersebut. Dengan putri itu Iskandar mendapat tiga orang putra, yaitu Maharaja Alif, Maharaja Depang, dan Maharaja Diraja. Setelah ketiganya dewasa Iskandar berwasiat kepada ketiga putranya sambil menunjuk-nunjuk seakan-akan memberitahukan ke arah itulah mereka nanti harus berangkat melanjutkan kekuasaannya. Kepada Maharaja Alif ditunjuk kearah Ruhum, Maharaja Depang negeri Cina, Maharaja Diraja ke Pulau Emas (Nusantara).
Setelah Raja Iskandar wafat, ketiga putranya berangkat menuju daerah yang ditunjukkan oleh ayahnya. Maharaja Diraja membawa mahkota yang bernama “mahkota senggahana”, Maharaja Depang membawa senjata bernama “jurpa tujuh menggang”, Maharaja Alif membawa senjata bernama “keris sempana ganjah iris” dan lela yang tiga pucuk. Sepucuk jatuh ke bumi dan sepucuk kembali ke asalnya jadi mustika dan geliga dan sebuah pedang yang bernama sabilullah.
Berlayarlah bahtera yang membawa ketiga orang putra itu ke arah timur, menuju pulau Langkapuri. Setibanya di dekat pulau Sailan ketiga saudara itu berpisah, Maharaja Depang terus ke Negeri Cina, Maharaja Alif kembali ke negeri Ruhum, dan Maharaja Diraja melanjutkan pelayaran ke tenggara menuju sebuah pulau yang bernama Jawa Alkibri atau disebut juga dengan Pulau Emas (Andalas atau Sumatra sekarang). Setelah lama berlayar kelihatanlah puncak gunung merapi sebesar telur itik, maka ditujukan bahtera kesana dan berlabuh didekat puncak gunung itu. Seiring menyusutnya air laut mereka berkembang di sana.
Dari keterangan Tambo itu tidak ada dikatakan angka tahunnya hanya dengan istilah “Masa dahulu kala” itulah yang memberikan petunjuk kepada kita bahwa kejadian itu sudah berlangsung sangat lama sekali, sedangkan waktu yang mencakup zaman dahulu kala itu sangat banyak sekali dan tidak ada kepastiannya. Kita hanya akan bertanya-tanya atau menduga-duga dengan tidak akan mendapat jawaban yang pasti. Di kerajaan Romawi atau Cina memang ada sejarah raja-raja yang besar, tetapi raja mana yang dimaksudkan oleh Tambo tidak kita ketahui. Dalam hal ini rupanya Tambo Alam Minangkabau tidak mementingkan angka tahun selain dari mementingkan kebesaran kemasyuran nama-nama rajanya.
Mitologi Lubuk Jambi[2]
Pulau Perca adalah salah satu sebutan dari nama Pulau Sumatera sekarang. Pulau ini telah berganti-ganti nama sesuai dengan perkembangan zaman. Diperkirakan pulau ini dahulunya merupakan satu benua yang terhampar luas di bagian selatan belahan bumi. Karena perubahan pergerakan kulit bumi, maka ada benua-benua yang tenggelam ke dasar lautan dan timbul pulau-pulau yang berserakan. Pulau Perca ini timbul terputus-putus berjejer dari utara ke selatan yang dibatasi oleh laut. Pada waktu itu Pulau Sumatera bagaikan guntingan kain sehingga pulau ini diberi nama Pulau Perca. Pulau Sumatera telah melintasi sejarah berabad-abad lamanya dengan beberapa kali pergantian nama yaitu: Pulau Perca, Pulau Emas (Swarnabumi), Pulau Andalas dan terakhir Pulau Sumatra.
Pulau Perca terletak berdampingan dengan Semenanjung Malaka yang dibatasi oleh Selat Malaka dibagian Timur dan Samudra Hindia sebelah barat sebagai pembatas dengan Benua Afrika. Pulau Perca berdekatan dengan Semenanjung Malaka, maka daerah yang dihuni manusia pertama kalinya berada di Pantai Timur Pulau Perca karena lebih mudah dijangkau dari pada Pantai bagian barat. Pulau Perca yang timbul merupakan Bukit Barisan yang berjejer dari utara ke selatan, dan yang paling dekat dengan Semenanjung Malaka adalah Bukit Barisan yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi sekarang, tepatnya adalah Bukit Bakau yang bertalian dengan Bukit Betabuh dan Bukit Selasih (sekarang berada dalam wilayah Kenagorian Koto Lubuk Jambi Gajah Tunggal, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Propinsi Riau), sedangkan daratan yang rendah masih berada di bawah permukaan laut.
Nenek moyang Lubuk Jambi diyakini berasal dari keturunan waliyullah Raja Iskandar Zulkarnain. Tiga orang putra Iskandar Zulkarnain yang bernama Maharaja Alif, Maharaja Depang dan Maharaja Diraja berpencar mencari daerah baru. Maharaja Alif ke Banda Ruhum, Maharaja Depang ke Bandar Cina dan Maharaja Diraja ke Pulau Emas (Sumatra). Ketika berlabuh di Pulau Emas, Maharaja Diraja dan rombongannya mendirikan sebuah kerajaan yang dinamakan dengan Kerajaan Kandis yang berlokasi di Bukit Bakar/Bukit Bakau. Daerah ini merupakan daerah yang hijau dan subur yang dikelilingi oleh sungai yang jernih.
Maharaja Diraja sesampainya di Bukit Bakau membangun sebuah istana yang megah yang dinamakan dengan Istana Dhamna. Putra Maharaja Diraja bernama Darmaswara dengan gelar Mangkuto Maharaja Diraja (Putra Mahkota Maharaja Diraja) dan gelar lainnya adalah Datuk Rajo Tunggal (lebih akrab dipanggil). Datuk Rajo Tunggal memiliki senjata kebesaran yaitu keris berhulu kepala burung garuda yang sampai saat ini masih dipegang oleh Danial gelar Datuk Mangkuto Maharajo Dirajo. Datuk Rajo Tunggal menikah dengan putri yang cantik jelita yang bernama Bunda Pertiwi. Bunda Pertiwi bersaudara dengan Bunda Darah Putih. Bunda Darah Putih yang tua dan Bunda Pertiwi yang bungsu. Setelah Maharaja Diraja wafat, Datuk Rajo tunggal menjadi raja di kerajaan Kandis. Bunda Darah Putih dipersunting oleh Datuk Bandaro Hitam. Lambang kerajaan Kandis adalah sepasang bunga raya berwarna merah dan putih.
Kehidupan ekonomi kerajaan Kandis ini adalah dari hasil hutan seperti damar, rotan, dan sarang burung layang-layang, dan dari hasil bumi seperti emas dan perak. Daerah kerajaan Kandis kaya akan emas, sehingga Rajo Tunggal memerintahkan untuk membuat tambang emas di kaki Bukit Bakar yang dikenal dengan tambang titah, artinya tambang emas yang dibuat berdasarkan titah raja. Sampai saat ini bekas peninggalan tambang ini masih dinamakan dengan tambang titah.
Hasil hutan dan hasil bumi Kandis diperdagangkan ke Semenanjung Melayu oleh Mentri Perdagangan Dt. Bandaro Hitam dengan memakai ojung atau kapal kayu. Dari Malaka ke Kandis membawa barang-barang kebutuhan kerajaan dan masyarakat. Demikianlah hubungan perdagangan antara Kandis dan Malaka sampai Kandis mencapai puncak kejayaannya. Mentri perdagangan Kerajaan Kandis yang bolak-balik ke Semenanjung Malaka membawa barang dagangan dan menikah dengan orang Malaka. Sebagai orang pertama yang menjalin hubungan perdagangan dengan Malaka dan meninggalkan cerita Kerajaan Kandis dengan Istana Dhamna kepada anak istrinya di Semenanjung Melayu.
Dt. Rajo Tunggal memerintah dengan adil dan bijaksana. Pada puncak kejayaannya terjadilah perebutan kekuasaan oleh bawahan Raja yang ingin berkuasa sehingga terjadi fitnah dan hasutan. Orang-orang yang merasa mampu dan berpengaruh berangsur-angsur pindah dari Bukit Bakar ke tempat lain di antaranya ke Bukit Selasih dan akhirnya berdirilah kerajaan Kancil Putih di Bukit Selasih tersebut.
Air laut semakin surut sehingga daerah Kuantan makin banyak yang timbul. Kemudian berdiri pula kerajaan Koto Alang di Botung (Desa Sangau sekarang) dengan Raja Aur Kuning sebagai Rajanya. Penyebaran penduduk Kandis ini ke berbagai tempat yang telah timbul dari permukaan laut, sehingga berdiri juga Kerajaan Puti Pinang Masak/Pinang Merah di daerah Pantai (Lubuk Ramo sekarang). Kemudian juga berdiri Kerajaan Dang Tuanku di Singingi dan kerajaan Imbang Jayo di Koto Baru (Singingi Hilir sekarang).
Dengan berdirinya kerajaan-kerajaan baru, maka mulailah terjadi perebutan wilayah kekuasaan yang akhirnya timbul peperangan antar kerajaan. Kerajaan Koto Alang memerangi kerajaan Kancil Putih, setelah itu kerajaan Kandis memerangi kerajaan Koto Alang dan dikalahkan oleh Kandis. Kerajaan Koto Alang tidak mau diperintah oleh Kandis, sehingga Raja Aur Kuning pindah ke daerah Jambi, sedangkan Patih dan Temenggung pindah ke Merapi.
Kepindahan Raja Aur Kuning ke daerah Jambi menyebabkan Sungai yang mengalir di samping kerajaan Koto Alang diberi nama Sungai Salo, artinya Raja Bukak Selo (buka sila) karena kalah dalam peperangan. Sedangkan Patih dan Temenggung lari ke Gunung Merapi (Sumatra Barat) di mana keduanya mengukir sejarah Sumatra Barat, dengan berganti nama Patih menjadi Dt. Perpatih nan Sabatang dan Temenggung berganti nama menjadi Dt. Ketemenggungan.
Tidak lama kemudian, pembesar-pembesar kerajaan Kandis mati terbunuh diserang oleh Raja Sintong dari Cina belakang, dengan ekspedisinya dikenal dengan ekspedisi Sintong. Tempat berlabuhnya kapal Raja Sintong, dinamakan dengan Sintonga. Setelah mengalahkan Kandis, Raja Sintong beserta prajuritnya melanjutkan perjalanan ke Jambi. Setelah kalah perang pemuka kerajaan Kandis berkumpul di Bukit Bakar, kecemasan akan serangan musuh, maka mereka sepakat untuk menyembunyikan Istana Dhamna dengan melakukan sumpah. Sejak itulah Istana Dhamna hilang, dan mereka memindahkan pusat kerajaan Kandis ke Dusun Tuo (Teluk Kuantan sekarang).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dikelompkkan menjadi dua, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan terdiri dari mengumpulkan cerita/tombo/mitologi di daerah Lubuk Jambi dengan melakukan wawancara dengan pemangku adat setempat. Kemudian melakukan analisis topografi untuk mencari titik lokasi yang diduga kuat sebagai lokasi kerajaan. Tahap berikutnya adalah melakukan ekspedisi/pencarian lokasi. Penelitian lanjutan adalah penelitian arkeologis untuk membuktikan kebenaran cerita/tombo. Data yang didapatkan di lokasi dianalisis dan dicari keterkaitannya dengan bukti sejarah dan cerita di daerah sekitarnya (Jambi dan Minangkabau). Penelitian pendahuluan mulai dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai April 2009, sementara penelitian lanjutan belum dilaksanakan karena keterbatasan sumberdaya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Lokasi Kerajaan Kandis
Analisis topografi yang dilakukan pada peta satelit yang diambil dari google earth, ditemukan lokasi yang dicirikan di dalam tombo/cerita (bukit yang dikelilingi oleh sungai). Daerah tersebut berada pada titik 0042’58 LS dan 101020’14 BT (Gambar 1) atau berada hampir di titik tengah pulau Sumatra (perbatasan Sumatra Barat dan Riau). Lokasinya berada di tengah hutan adat Lubuk Jambi, oleh pemerintah dijadikan sebagai kawasan hutan lindung yang dinamakan dengan hutan lindung Bukit Betabuh. Jarak lokasi dari jalan lintas tengah Sumatra lebih kurang 10 km ke arah barat, dengan topografi perbukitan.
Pencarian lokasi/ekspedisi dilakukan dengan peralatan navigasi darat sederhana, yaitu menggunakan peta, kompas, dan teropong binokuler. Pada lokasi yang dituju, ditemukan hal-hal yang mencirikan bukit tersebut sebagai peninggalan peradaban manusia. Lebih kurang 2 km sebelum Bukit Bakar ditemukan batu karst/karang laut yang berjejer, batu ini diduga sebagai pagar lingkar luar kerajaan (Gambar 2)
Gambar 2 Batu Karst yang diduga sebagai pagar lingkar luar kerajaan
Pada bukit yang dikelilingi oleh sungai yang sangat jernih, pada bagian puncaknya ditemukan batu karst yang memenuhi puncak bukit (Gambar 3). Batu karst itu pada lereng bagian timur dan utara tersingkap, sedangkan lereng selatan dan barat tertimbun. Lereng tenggara ditemukan seperti tiang batu yang diduga bekas menara istana (Gambar 4).
Gambar 4 Tiang batu yang diduga bekas menara istana
Pada lereng timur bukit sebelah atas kira-kira 1200 m dari sungai ditemukan mulut goa yang diduga pintu istana, akan tetapi pintu ini pada bagian dalam sudah tertutup oleh reruntuhan batu. Pintu goa ini tingginya 5 meter dengan ruangan di dalamnya sejauh 3 meter, dan dalam goa tersebut terlihat seperti ada ruangan besar di dalamnya namun sudah tertutup (Gambar 5).
Gambar 5 Mulut goa yang diduga pintu masuk istana
Pada lereng bukit bagian selatan sampai ke barat ditemukan teras sebanyak tiga tingkat, diduga bekas cincin air (Gambar 6), sementara lereng utara sampai timur sangat curam dan terlihat seperti terjadi erosi yang parah. Teras ini lebarnya rata-rata 4 m, jarak antara sungai dengan teras pertama kira-kira 200 m, teras pertama dengan teras kedua kira-kira 400 m, teras kedua dengan teras ketiga kira-kira 500 m dan panjang lereng diperkirakan 1500 m. Berdasarkan analisa di peta bukit ini dari timur ke barat berdiameter 3000 m, dan dari utara ke selatan berdiameter 3000 m, beda elevasi antara sungai dengan puncak bukit 245 m. Pada lereng barat daya, kira-kira pada ketinggian lereng 800 m ditemukan mata air yang mengalir deras. Ukuran ini berdasarkan perkiraan di lapangan dan pengukuran di peta satelit. Untuk mendapatkan ukuran sebenarnya perlu pengukuran dilapangan.
Gambar 6 Teras yang diduga bekas cincin airGambar 7 Sketsa Lokasi situs kerajaan Kandis
Melihat ciri-ciri atau karakter lokasi, lokasi ini sangat mirip dengan sketsa kerajaan Atlantis yang ditulis dalam mitologi Yunani “Timeus dan Critias” karya Plato (360 SM). Mitologi ini menyebutkan “Poseidon mengukir gunung tempat kekasihnya tinggal menjadi istana dan menutupnya dengan tiga parit bundar yang lebarnya meningkat, bervariasi dari satu sampai tiga stadia dan terpisah oleh cincin tanah yang besarnya sebanding”. Bangsa Atlantis lalu membangun jembatan ke arah utara dari pegunungan, membuat rute menuju sisa pulau. Mereka menggali kanal besar ke laut, dan di samping jembatan, dibuat gua menuju cincin batu sehingga kapal dapat lewat dan masuk ke kota di sekitar pegunungan; mereka membuat dermaga dari tembok batu parit. Setiap jalan masuk ke kota dijaga oleh gerbang dan menara, dan tembok mengelilingi setiap cincin kota. Tembok didirikan dari bebatuan merah, putih dan hitam yang berasal dari parit, dan dilapisi oleh kuningan, timah dan orichalcum (perunggu atau kuningan). Ada kemiripan mitologi ini dengan mitologi yang ada di Lubuk Jambi.
Gambar 8 Perspektif Istana Dhamna menggunakan Sketsa Kerajaan AtlantisIni hanya sebuah dugaan yang belum dibuktikan secara ilmiah, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Survei arkeologi yang dilakukan ke lokasi belum bisa menyimpulkan lokasi ini sebagai peninggalan kerajaan karena belum cukup barang bukti untuk menyimpulkan seperti itu. Namun sudah dapat dipastikan bahwa daerah tersebut pernah dihuni atau disinggahi manusia dulunya.
Analisa Mitologi Minangkabau vs Mitologi Lubuk Jambi
Terlepas dari benar tidaknya sebuah mitologi, kesamaan cerita dalam mitos tersebut akan mengantarkan pada suatu titik terang. Tambo Minangkabau begitu indah didengar ketika pesta nikah kawin dalam bentuk pepatah adat menunjukkan kegemilangan masa lalu. Tambo Minangkabau dan Tombo Lubuk Jambi, dua cerita yang bertolak belakang. Minangkabau mengatakan bahwa nenek moyangnya adalah Sultan Maharaja Diraja putra Iskandar Zulkarnain yang berlabuh di puncak gunung merapi. Air laut semakin surut keturunan Maharaja Diraja berkembang di sana hingga menyebar kebeberapa daerah di Sumatra. Lain halnya dengan tambo Lubuk Jambi, tambo itu mengatakan bahwa nenek moyangnya adalah Maharaja Diraja putra Iskandar Zulkarnain, berlabuh di Bukit Bakar dan membangun peradaban di sana. Dari Lubuk Jambi keturunan-keturunannya menyebar ke Minangkabau dan Jambi. Namun tambo tidak menyebutkan tahun. Itulah sebabnya daerah ini dinamakan Lubuk Jambi yang berarti asalnya (lubuk) orang-orang Jambi. Menurut ceritanya, Kandis sejak kalah perang dalam ekspedisi Sintong dan penyembunyian peradaban mereka ceritanya disampaikan secara rahasia dari generasi ke generasi oleh Penghulu Adat atau dikenal dalam istilahnya ”Rahasio Penghulu”. Namun kebenaran cerita rahasia ini perlu dibuktikan.
Dari kedua tambo tersebut di atas, dapat ditarik benang merah yaitu ”sama-sama menyebutkan bahwa nenek moyang mereka adalah Iskandar Zulkarnain”. Tapi dalam catatan sejarah yang diketahui Iskandar Zulkarnain (Alexander the Great/ Alexander Agung) tidak mempunyai keturunan.
Plato-Atlantis-Iskandar Zulkarnain-Kandis
Plato, filosof kelahiran Yunani (Greek philosopher) yang hidup 427-347 Sebelum Masehi (SM). Plato adalah salah seorang murid Socrates, filosof arif bijaksana, yang kemudian mati diracun oleh penguasa Athena yang zalim pada tahun 399 SM. Plato sering bertualang, termasuk perjalanannya ke Mesir. Pada tahun 387 SM dia mendirikan Academy di Athena, sebuah sekolah ilmu pengetahuan dan filsafat, yang kemudian menjadi model buat universitas moderen. Murid yang terkenal dari Academy tersebut adalah Aristoteles yang ajarannya punya pengaruh yang hebat terhadap filsafat sampai saat ini.
Dengan adanya Academy, banyak karya Plato yang terselamatkan. Kebanyakan karya tulisnya berbentuk surat-surat dan dialog-dialog, yang paling terkenal mungkin adalah Republic. Karya tulisnya mencakup subjek yang terentang dari ilmu pengetahuan sampai kepada kebahagiaan, dari politik hingga ilmu alam. Dua dari dialognya “Timeus dan Critias” memuat satu-satunya referensi orisinil tentang pulau Atlantis.
Bagaimana hubungannya dengan Iskandar Zulkarnain, Iskandar adalah anak dari Raja Makedonia, Fillipus II. Ketika berumur 13 tahun, Raja Filipus mempekerjakan filsuf Yunani terkenal, Aristoteles, untuk menjadi guru pribadi bagi Iskandar. Dalam tiga tahun, Aristoteles mengajarkan berbagai hal serta mendorong Iskandar untuk mencintai ilmu pengetahuan, kedokteran, dan filosofi.
Iskandar Zulkarnain murid dari Aristoteles, dan Aristoteles murid dari Plato. Dari hubungan ini dapat diduga bahwa keturunan Iskandar Zulkarnain yang sampai ke Lubuk Jambi terinspirasi untuk membangun sebuah peradaban/Negara yang ideal seperti Atlantis. Maka mereka membangun sebuah istana dhamna “sebuah replika Atlantis”. Namun semua ini masih perlu pengkajian yang lebih mendalam.KESIMPULAN
Dari penelitian pendahuluan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:- Bukit yang terletak pada 0042’58 LS dan 101020’14 BT diduga sebagai situs peninggalan Kandis yang dimaksudkan didalam tombo/cerita adat.
- Kerajaan Kandis diduga sebagai peradaban awal di nusantara.
- Kerajaan Kandis merupakan replika dari kerajaan Atlantis yang hilang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemangku Adat Kenogorian Lubuk Jambi Gajah Tunggal (Mahmud Sulaiman Dt. Tomo, Syamsinar Dt. Rajo Suaro, Danial Dt. Mangkuto Maharajo Dirajo, Sualis Dt. Paduko Tuan, dan Hardimansyah Dt. Gonto Sembilan), Drs. Sukarman, Mistazul Hanim, Nurdin Yakub Dt. Tambaro, Abdul Aziz Dt. Dano, Bastian Dt. Paduko Sinaro, Ramli Dt. Meloan, Marjalis Dt. Rajo Bandaro, dan Syaiful Dt. Paduko. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Meutia Hestina, Apriwan Bandaro, dan teman-teman yang membantu penulis dalam ekspedisi: Mudarman, bang Sosmedi, Yogie, Nepriadi, Zeswandi, bang Izul, Diris, Ikos, dan Yusran. Mas Sam dan Erli terima kasih atas informasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Datoek Toeah. 1976. Tambo Alam Minangkabau. Pustaka Indonesia. Bukit Tinggi.Graves, E. E. 2007. Asal-usul Elite Minangkabau Modern. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Hall, D. G. E. tanpa tahun. Sejarah Asia Tenggara. Usaha Nasional. Surabaya.
Kristy, R (Ed). 2007. Alexander the Great. Gramedia. Jakarta.
Kristy, R (Ed). 2006. Plato Pemikir Etika dan Metafisika. Gramedia. Jakarta.
Marsden, W. 2008. Sejarah Sumatra. Komunitas Bambu. Depok.
Olthof, W.L. 2008. Babad Tanah Jawi. Penerbit Narasi. Yogyakarta.
Samantho, A. Y. 2009. Misteri Negara Atlantis mulai tersingkap?. Majalah Madina Jakarta. Terbit Mei 2009.
Suwardi MS. 2008. Dari Melayu ke Indonesia. Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Wikipedia. Ensiklopedi Bebas. http://wikipedia.org.
[1]Koordinator Tim Penelusuran Peninggalan Kerajaan Kandis di Lubuk Jambi Negeri Gajah Tunggal, Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau
[2] Dikumpulkan dari cerita yang diwarisi secara turun temurun oleh Penghulu Adat Lubuk Jambi
No comments:
Post a Comment